BAB II
Kerangka Teoritis
2. Tinjauan pustaka
2.1 Pengertian etika
Etika secara umum didefinisikan sebagai perangkat moral atau nilai. Sebagai contoh, perangkat moral atau nilai mencakup hukum dan peraturan, etika bisnis untuk kelompok profesional seperti akuntan publik, dan etika untuk anggota suatu organisasi.
Daftar prinsip – prinsip ini berhubungan dengan karekteristik dan nilai- nilai yang sebagaian besar dihubungkan dengan perilaku etis.
Kejujuran | Bersikap benar, tidak mencuri, tidak berbohong, tidak melenceng |
Integritas | Berprinsip, membenarkan filosofi, berani |
Loyalitas | Mengungkapkan informasi rahasia dalam konteks profesional, harus menjaga kemampuan membuat pertimbangan profesional |
Keadilan | Bersikap adil,. Bertoleransi terhadap perbedaan, tidak memanfaatkan kesalahan orang lain untuk mendapatkan keuntungan |
Bertanggung jawab | Menaati hukum, demokrasi melalui partisipasi, kesadaran sosial dan pelayanan masyarakat, terbuka dalam pengambilan keputusan. |
Menghargai orang lain | Menunjukkan penghargaan atas kemulian manusia, personalitas, dan hak setiap orang, memberikan informasi yang dibutuhkan orang lain |
Mencapai yang terbaik | Memenuhi tanggung jawab perorangan dan profesioanl, mengembangkan dan memelihara tingkat kompetensi yang tinggi |
2.2 Hubungan kode etik akuntan Indonesia dengan auditor
Profesi akuntan dalam menjalankan pekerjaan melayani kepentingan masyarakat publik dibutuhkan sikap profesional untuk melaksanakan kewajibanya. Untuk menjaga nama baik keahlian dan melindungi kepentingan masyaeakat pada umumnya organisasi menetapkan ketentuan mengenai perilaku yang harus dipatuhi oleh para anggotanya secara tertulis, disebut kode etik.
Kode etik indonesia mencakup berbagai aturan yang berkaitan dengan perilaku yang diharapkan dari para akuntan publik. Aturan tersebut mengikuti hal –hal yang berkaitan dengan :
1. Kepribadian
Kepribadian mengatur :
a. kewajiban semua anggota IAI untuk menjaga nama baik profesi dan menjunjung tinggi etika profesioanal serta hukum yang berlaku di tempat anggota menjalankan profesinya.
b. Kewajiban semua anggota IAI untuk mempertahankan intergritas dan objektivitas dalam menjalankan tugasnya.
2. Tanggung jawab
a. menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya.
b. Menjaga mutu pekerjaan profesional nya.
3. kecakapan profesional
kode etik mengatur :
a. kewajiban bagi setiap anggota IAI untuk melaksanakan pekerjaan nya berdasarkan standar profesional yang berlaku bagi pekerjaannya.
b. Kewajiban bagi setiap anggota IAI untuk mengikat orang – orang yang bekerja dalam pelaksanaan tugas – tugas profesionalnya tuntuk mematuhi kode etik akuntan indonesia.
c. Keawajiban bagi setiap anggota IAI untuk sentiasa meningkatkan kecakapan profesionalnya.
d. Kewajiban untuk menolak setiap setiap penugasan yang tidak sesuai dengan kecakapan profesionalnya.
4. Kemampuan khusus
Ketentuan khusus dalam kode etik dalamakuntan Indonesia yang mengatur perilaku anggota IAI, yaitu :
1. intergritas,objektivitas, dan independensi
2. kecakapan profesional
3. pengungkapan informasi rahasia klien
4. ikatan bagi kantor akuntan publik
5. pemeliharaan staff / partner dari satu kantor akuntan ke kantor akuntan lain.
Pelanggaran terhadap kode etik
Faktor – faktor ekstern yang mempengaruhi adalah :
1. kurangnya kesadaran anggota masyarakat ( termasuk anggota KAP) akan kepatuhan terhadap hukum.
2. praktek – praktek yang tidak benar dari sebagian usaha yang menyulitkan independensi akuntan publik
3. honorariumrelatif rendah untuk pekerjaan auditor
faktor – faktor intern yang mempengaruhi adalah :
1. kurangnya kesadaran untuk mengutamakan kode etik dan menjalankan profesi nya sebagai anggota KAP.
2. penggunaan tenaga audit yang kurang berkualitas
3. tidak adanya perhatian khusus sebagai pimpinan KAP akan mutu pekerjaan audit mereka
Pemberlakuan kode perilaku
Pernyataan etka profesi dan inetrprestasi pernyataan etka profesi berlaku bagi semua anggota IAI untuk semua jasa yang diberikan, baik anggota tersebut berpraktik sebagai akuntan piblik atau tidak, kecuali kalau dinyatakan khusu didalamnya.
Misalnya, bila peraturan ditetapkan terbatas bagi anggota dalam praktik akuntan publik, akan dintakan khusus seperti pasal 6 kode etik akuntan Indonesia. Butir (1) pasal tersebut adalah mengenai independensi yang berbunyi:
Jika terlibat profesi akuntan publik, setiap anggota : harus mempertahankan sikap independen. Ia harus bebas dari semua kepantingan yang bisa dipandang tidak sesuai dengan intergritas maupun objektivitas, tanpa tergantung efek sebenranya dari kepentingan itu.
Kode Etik Akuntan Indonesia
Kelangsungan hidup profesi auditor di Indonesia sangat bergantung kepada kepercayaan masyarakat terutama para pengguna jasa auditor terhadap kualitas jasa yang dihasilkan profesi. Apabila para pemakai jasa auditor tidak memiliki kepercayaan terhadap profesi auditor, maka pelayanan jasa profesi tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menjaga kualitas audit, profesi akuntan telah mengembangkan tingkatan rangka aturan yang terdiri dari :
1. pembentuk standar adalah sector swasta yang menetapkan standar akuntasi, standar auditing, kode etik, dan pengendalian kualitas.
2. aturan kantor akuntan adalah aturan yang diterapkan di dalam kantor akuntan yang berupa aturan dan prosedur untuk menjamin para akuntannya berpraktik sesuai dengan standar professional.
Kualitas Audit
Audit memiliki fungsi sebagai proses
untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan
para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan
pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan
terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada
laporan yang telah dibuat oleh auditor.
Hal ini berarti auditor mempunyai peranan
penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu
auditor harus menghasilkan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi
ketidakselarasan yang terjadi antara pihak manajemen dan pemilik.
Namun sampai saat ini belum ada definisi yang pasti mengenai bagaimana
dan apa kualitas audit yang baik itu. Tidak mudah untuk menggambarkan dan
mengukur kualitas jasa secara obyektif dengan beberapa indikator. Hal ini
dikarenakan, kualitas jasa adalah sebuah konsep yang sulit dipahami dan kabur,
sehingga kerap kali terdapat kesalahan dalam menentukan sifat dan kualitasnya
(Parasuraman, et.al 1985 dalam Nurchasanah dan Rahmanti (2003:49)). Hal ini
terbukti dari banyaknya penelitian yang menggunakan dimensi kualitas jasa
dengan cara yang berbeda-beda.
2.3 Independensi
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik. Independensi berari bahwa auditor harus jujur, tidak mudah dipengaruhi dan tidak memihak kepentingan siapapun, karena ia melakukan pekerjaan nya untuk kepentingan umum. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya pada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kercayaan pada pekerjaan auditor tersebut. Sikap mental independen tersebut meliputi independen dalam fakta maupun independen dalam penampilan.
Upaya memelihara independensi
1. kewajiban hukum
hukuman dijatuhkan pengadilan jika seorang akuntan publik tidak independen, termasuk tindakan kriminal.
2. peraturan 101, interprestasi dan ketentuannya
pearuran di Amerika serika, interperstasi dan ketentuan yang ada membatasi para akuntan publik dalam hal hubungan keuangan dan bisnisnya dengan klien.
3. standar auditing yang berlaku umum
standar umu yang mengharuskan auditor untuk memprtahankan sikiap mental independen untuk semua hal yang berkaitan dengan penugasan.
4. standar pengendalian mutu IAI (dan AICPA di Amerika Serikat )
standar pengendalian mutu masyarakat kantor akuntan publik utuk menetapkan kebijakan dan prosedur guna memberikan jaminan ynag cukup bahwa semua pegawainya independen.
5. pendivisian perusahaan
pelaporan ketidaksetujuan antara auditor dengan klien, penggantian partner, pembatasan jasa manajemen, dan review dilaksanakan guna mempertinggi independensi.
6. komite audit
komite audit adalah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.
7. komunikasi dengan auditor pendahulu
auditor prngganti berkomunikasi dengan auditor pendahulu dalam memutuskan apakah akan menerima suatu penugasan atau tidak. Persoalan utama konunikasi adalah informasi yang dapat membantu auditor pengganti untuk menentukan apakah manajemen klien mempunyai intergritas.
2.4 Intergritas dan Objektivitas
Akuntan publik harus mampu menjaga objektivitas dan intergritasnya, yang mana mengharuskannya untuk bebas dari konflik kepentingan dan mengabaikan fakta – fakta yang tidak benar maupun tidak memaksakan pendapat pribadinya kepada pihak lain.
Intergritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari pengakuan profesional/ intergritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan piblik dan merupakan patokan atau benchmark bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Dalam pelaksanaan nya, intergrtitas dapat menerima kesalahan yang tidak sengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Intergritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang doperlukan oleh seseorang yang berintergritas dan apakah anggota telah menjaga intergritas dirinya.
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan akuntan publik. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak , jujur serta intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pengaruh pihak lain. Seorang akuntan saat melakukan pengauditan harus mampu menempatkan dirinya sebaik dan sebebas mungkin sehingga mampu melihat kenyataan secara apa adanya dan mampu menilai secara jujur serta menyajikan sesuai dengan hasil penilaian terhadap kenyataan tersebut.
Faktor – faktor yang mempengaruhi intergritas dan objektivitas
1. ketergantungan ekonomis terhadap auditee, yaitu pendapatan partner yang tergantung dari besarnya komposisi total pendapatan kantor akuntan publik dari klien tertentu
2. tingkat persaingan yang tinggi dalam pasar audit eksternal seperti, pengurangan terhadap staffnya.
3. ketentuan non audit service ( NAS ) oleh auditor, seperti mencari tenaga eksekutif maupun janji servis lainnya oleh pihak auditor.
4. fleksibilits standar akuntasi
5. besar kecilnya kantor akuntan public ( KAP )
6. peranan sebagai komite audit yang beerperan sebagai direktur non eksekutif, dimana mayoritas mempertahankan reputasi pribadinya masing – masing
7. kepentingan keuangan pada perusahaan klien, seperti fee audit yang tidak dibayar.
8. beban persahaan apabila terjadi perggantian auditor, seperti reaksi pasar dan biaya tambahan bagi manajemen.
9. peraturan tentang penugasan dan fee auditor, rotasi partner auditor, misal : minimal 7 tahun serta kebutuhan untuk menunjuk kembali auditor setiap tahun nya.
2.5 Penelitian terdahulu
Menurut Hanny Wurangian ( 2005 ) berpendapat bahwa auditor mempunyai beberapa tanggung jawab yang berkaitan dengan profesinya., antara lain : (a) mendeteksi dan melaporkan kecurangan ( fraud ), kekeliruan, dan ketidakberesan. Pendeteksian terhadap kekeliruan dan ketidakberesan dapat berupa kekeliruan pengumpulan dan pengolahan data akutansi, kesalahan estimasi akuntasi, kealahan penafsiran prinsip akuntasi tentang jumlah, klasifikasi dan cara penyajian , penyajian laporan keuangan yang menyesatkan serta penyalahgunaan aktiva. (b) mempertahankan sikap independensi dan menghindari konflik kepentingan, dengan bersikap jujur, bebas dari kewajiban klien, dan tidak mempunyai kepentingan dengan klien baik terhadap manajemen maupun pemilik. (c) mengkomunikasikan informasi yang berguna tentang sifat dan hasil proses audit, dimana jika hasil evaluasi yang dilakukan auditor mengindikasikan adanya ancaman terhadap kelangsungan hidup perusahaan, auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen yntuk memperbaiki kondisi tersebut. (d ) menemukan tindakan melanggar hukum dan perundangan – undangan oleh satuan usaha dari klien. Penentuan pelanggaran tersebut bukan hanya berdasarkan kompentensi auditor tetap, namun jugaenurut hasil penilaian ahli hukum.
Menurut Kee dan Knox’s (1970) dalam model “Professional Scepticism Auditor” menyatakan bahwa skeptisisme profesional auditor dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Faktor-faktor kecondongan etika
Faktor-faktor kecondongan etika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor. The American Heritage Directory menyatakan etika sebagai suatu aturan atau standar yang menentukan tingkah laku para anggota dari suatu profesi.
1. Faktor-faktor kecondongan etika
Faktor-faktor kecondongan etika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor. The American Heritage Directory menyatakan etika sebagai suatu aturan atau standar yang menentukan tingkah laku para anggota dari suatu profesi.
2. Faktor-faktor situasi
Faktor-faktor situasi berperngaruh secara positif terhadap skeptisisme profesional auditor. Faktor situasi seperti situasi audit yang memiliki risiko tinggi (situasi irregularities) mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap skeptisisme profesionalnya.
Faktor-faktor situasi berperngaruh secara positif terhadap skeptisisme profesional auditor. Faktor situasi seperti situasi audit yang memiliki risiko tinggi (situasi irregularities) mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap skeptisisme profesionalnya.
3. Pengalaman
Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan.
Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan.
Butt (1988) memperlihatkan dalam penelitiannya bahwa auditor yang berpengalaman akan membuat judgement yang relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesionalnya, daripada auditor yang kurang berpengalaman. Jadi seorang auditor yang lebih berpengalaman akan lebih tinggi tingkat skeptisisme profesionalnya dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman.
2.6 Kerangka pemikiran
Variabel Dependen
Variabel Independen
Dari tinjauan teoritis dan beberapa pertimbangan yang berkaitan dengan faktor 0 faktor yang dapat mempengaruhi intergritas dan objektivitas auditor, maka dapat disusun sebuah hipotesis sebagai berikut :
1) Kualitas auditor, kemampuan keuangan auditor, hubungan auditor dengan klien, besar kecilnya klien , jangka waktu audit, lamanya hubungan audit, dan ketaatan terhadap ketentuan serta peraturan yang berlaku secara bersama – sama mempunyai pengaruh terhadap intergritas dan objektivitas auditor pada kantor Akuntan Publik.
2) Kualitas auditor, kemampuan keuangan auditor, hubungan auditor dengan klien, besar kecilnya klien. Jangka waktu audit, lamanya audit, dan ketaatan terhadap ketentuan serta peraturan yang berlaku secara parsial mempunyai pengaruh terhadap intergritas dan objektivitas auditor pada kantor Akuntan Publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar