Rabu, 18 November 2009

BAB I Yusuf Agung Rianto (224107122)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Penelitian
Kita menyadari bahwa keadaan dunia yang nyata sangatlah kompleks. Investasi pada aktiva keuangan, terutama dalam bentuk sekuritas saham, memiliki faktor ketidakpastian yang lebih besar jika dibandingkan dengan investasi pada aktiva riil, dalam hal terjadinya arus kas di waktu yang akan datang. Di sisi lain, investasi pada saham memiliki potensi tingkat imbal hasil yang lebih besar daripada investasi pada aktiva riil. Tingkat imbal hasil pada investasi pada saham maupun investasi pada aktiva riil sebanding dengan tingkat risiko yang menyertainya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin besarnya tingkat imbal hasil dari suatu investasi, maka akan semakin besarnya risiko yang harus dihadapinya atau ditanggungnya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendahnya tingkat imbal hasil dari suatu investasi, maka akan semakin kecilnya risiko yang dihadapinya atau ditanggungnya. Kedua hal tersebut yaitu tingkat imbal hasil  dan risiko sama–sama terbentuk oleh senjangan perubahan harga yang bersangkutan.
Tinggi rendahnya tingkat imbal hasil dan risiko investasi pada setiap saham sangat tergantung pada tingkat sensitivitas keterkaitan antara pergerakan harga saham yang bersangkutan dan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa tempat saham tersebut diperdagangkan (Irfani, dan Ibad, 2005 ; 281). Selain itu, menurut Dr. Sugeng Wahyudi (Dosen Strategi dan Keuangan pada Program MM UNDIP–82) menyatakan kinerja di pasar modal salah satu tolak ukur yang digunakan umumnya adalah perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), semakin tinggi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat dikatakan bahwa kinerja di pasar modal semakin membaik. Sehingga semakin aktifnya suatu saham diperdagangkan di bursa, saham tersebut akan semakin sensitive atau terpengaruh terhadap risiko pasar. Begitu pula sebaliknya, semakin pasifnya perdagangan suatu saham di bursa, saham tersebut akan semakin tidak sensitive atau tidak terpengaruh terhadap risiko pasar.
Ketidakpastian arus kas masa depan atas investasi dalam sekuritas oleh banyak faktor pembentuk risiko investasi, baik risiko tidak sistematik maupun risiko sistematik. Risiko tidak sistematik yaitu bagian dari sekuritas yang dapat dihilangkan dengan membentuk portofolio. Sedangkan risiko sistematik, yang dikenal dengan istilah risiko pasar. Terutama terbentuk oleh faktor–faktor makro yang bersifat uncontrollable bagi investor dan bagi pelaku pasar. Faktor–faktor tersebut secara sistematik mempengaruhi aktivitas perdagangan sekuritas di bursa efek yang bersangkutan, sehingga memiliki implikasi langsung terhadap pergerakan harga saham secara umum yang secara sistematik terefleksi pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pengukur risiko sistematik (risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi) dari suatu sekuritas adalah beta. Farid Harianto dan Siswanto Sudomo (2001 ; 512) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya beta adalah faktor siklikalitas (cyclicality). Siklikalitas menunjukkan beberapa jauh suatu perusahaan terpengaruh oleh kondisi perekonomian pada umumnya. Secara umum semua perusahaan akan terpengaruh oleh kondisi perekonomian. Pada saat kondisi perekonomian membaik, semua perusahaan akan terkena dampak positifnya, demikian pula sebaiknya. Yang menjadi masalah adalah sensitivitas dampak tersebut ada perusahaan yang sangat sensitive terhadap kondisi perekonomian atau faktor–faktor makro tetapi ada pula yang tidak terlalu terpengaruh.
Faktor makro yang dimaksud dalam penelitian ini adalah inflasi. Brealey dan Myers (2003 ; 642) mengungkapkan bahwa tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap kinerja  investasi di sektor finansial. Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan paling ditakuti oleh para pelaku ekonomi termasuk pemerintah, karena dapat membawa pengaruh buruk pada struktur biaya produksi dan tingkat kesejahteraan. Inflasi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan kenaikan harga–harga barang dan jasa dalam suatu periode tertentu (Yuki Indrayadi ; 1). Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan Okty (200) yang menyebutkan bahwa faktor ekstern yang mempunyai pengaruh besar terhadap harga saham adalah inflasi.
Kinerja saham PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, PT. Indonesian Satelliten Corporation, Tbk, PT. Infoasia Teknologi Global, Tbk di Bursa Efek Indonesia (BEI), terkategori sebagai saham–saham yang aktif diperdagangkan dan mengalami pertumbuhan harga pasar yang prespektif beberapa tahun belakangan ini. Mengingat ketiga saham tersebut sudah go publik dan sudah terdaftar sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), hal ini memberi peluang kepada masyarakat untuk dapat berinvestasi dalam kepemilikan atas perusahaan ini melalui mekanisme pembelian saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun demikian suatu investasi hanya baik apabila memiliki tingkat imbal hasil yang memadai pada tingkat risiko tertentu.
Untuk itu perlu dipahami terlebih dahulu kaitannya inflasi terhadap tingkat imbal hasil dan karakteristik saham yang bersangkutan dan keterkaitan pola perubahan harga saham tersebut dibandingkan dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar yang merupakan fungsi penentu tingkat imbal hasil dan risiko saham yang bersangkutan di masa yang akan datang. Apapun keterkaitan antara pergerakan harga saham dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di atas akan menentukan covariance antara abnormal tingkat imbal hasil saham dan abnormal tingkat imbal hasil pasar.
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kaitannya antara kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), inflasi per tahunnya dan kinerja saham–saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menarik untuk dikaji. Berdasarkan pemikiran di atas, maka perlu dianalisis pengaruh koefisien beta terhadap tingkat imbal hasil dengan metoda Capital Asset Pricing Model pada saham–saham perusahaan telekomunikasi yang go publik di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode, 2004–2008.   

B.     Pembatasan Masalah
Pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan kepada pengaruh koefisien beta terhadap tingkat imbal hasil. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan koefifien beta adalah risiko sistematik yang dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan makro ekonomi yaitu inflasi. Kemudian tingkat imbal hasil dalam penelitian ini berdasarkan metoda Capital Asset Pricing Model (CAPM). Saham yang terpilih sebagai sampel dari populasi yang terdiri dari 403 saham, 9 kelompok industri, 46 sektor bisnis yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga tahun 2008. Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metoda purposive sampling ditemukan saham TLKM (PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk), saham ISAT (PT. Indonesian Satelliten Corporation, Tbk), dan saham IATG (PT. Infoasia Teknologi Global, Tbk) berbasis pada sektor bisnis telekomunikasi pada kelompok industri infrastruktur, utilitas dan transportasi. Data yang dianalisis meliputi data perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), inflasi, harga saham TLKM, harga saham ISAT, harga saham IATG selama lima tahun terakhir mulai tahun 2004 sampai tahun 2008. Data penelitian ini menggunakan data bulanan untuk menghitung expected return, covariance, beta dan tingkat imbal hasil berdasarkan metoda Capital Asset Pricing Model (CAPM) per tahun selama lima tahun terakhir yakni dari tahun 2004 sampai tahun 2008.

C.    Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam skripsi ini adalah :
1.       Bagaimana perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama periode 2004–2008 ?
2.       Bagaimana perkembangan tingkat inflasi di Indonesia selama periode 2004–2008 ?
3.       Bagaimana perkembangan harga saham TLKM, hargsa saham ISAT, harga saham IATG di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2004–2008 ?
4.       Bagaimana perkembangan expected return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama periode 2004–2008 ?
5.       Bagaimana perkembangan beta dan tingkat imbal hasil berdasarkan metoda Capital Asset Pricing Model (required return) saham TLKM, saham ISAT, saham IATG di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2004–2008 ?
6.       Bagaimana pengaruh koefisien beta terhadap tingkat imbal hasil saham berdasarkan metoda Capital Asset Pricing Model pada saham TLKM, saham ISAT, saham IATG selama periode 2004–2008 ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui :
a. Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama periode 2004–2008.
b. Perkembangan tingkat inflasi di Indonesia selama periode 2004–2008.
c. Perkembangan harga saham TLKM, harga saham ISAT, harga saham IATG di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2004–2008.
d. Perkembangan expected return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama periode 2004–2008.
e. Perkembangan beta dan tingkat imbal hasil berdasarkan metoda Capital Asset Pricing Model (required return) saham TLKM, saham ISAT, saham IATG di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2004–2008.
f.  Pengaruh koefisien beta pasar terhadap tingkat imbal hasil saham berdasarkan metoda Capital Asset Pricing Model pada saham TLKM, saham ISAT, saham IATG  selama periode 2004–2008.
2. Manfaat Penelitian                          
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
a.    Memahami pergerakan harga saham TLKM, harga saham ISAT, harga saham IATG dalam kaitannya dengan perhitungan risiko dan tingkat imbal hasil saham yang bersangkutan.
b.    Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap seberapa jauh Capital Asset Pricing Model (CAPM) dapat digunakan sebagai strategi investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang optimal.
c.    Memperoleh fakta pengujian hipotesis tentang hubungan antar sejumlah variabel yang dikaji.
d.   Penelitian ini juga bermanfaat bagi investor dalam pemilihan saham–saham perusahaan yang dapat memberikan tingkat imbal hasil yang optimal berdasarkan risiko yang dihadapi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar